Hipertensi atau tekanan darah tinggi, sering tidak menimbulkan gejala yang jelas. Namun, jika lalai diobati, resiko penyakit serius seperti serangan jantung dan stroke bisa meningkat. Bukan hanya menyerang orang dewasa, anak-anak usia tertentu juga berpotensi mengalami hipertensi yang bisa saja terlambat disadari. Yuk, pahami dulu pengertian hipertensi dan fakta- fakta penting lain untuk kesehatan diri dan keluarga.
Apa itu hipertensi?
Disebut juga dengan tekanan darah tinggi, pengertian hipertensi adalah kondisi tekanan darah meningkat ke kadar yang tidak sehat. Untuk memahami apa yang dikategorikan menjadi sehat dan tidak sehat, ada dua cara yang digunakan untuk mengukur tekanan dalam dalam tubuh:
1. Tekanan Sistolik (Angka bagian atas)
Tekanan sistolik atau angka bagian atas adalah indikasi tekanan pada pembuluh darah saat jantung memompa darah.
2. Tekanan Diastolik (Angka bagian bawah)
Sedangkan tekanan diastolik atau angka bagian bawah menunjukkan resistensi aliran darah di dalam pembuluh darah saat jantung memompa. Salah satu contoh resistensi adalah penyempitan pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.
Kedua metode pengukuran tekanan darah ini menggunakan unit milimeter dalam merkuri (mmHg), yang diukur dengan alat pengukur tekanan darah atau Sfigmomanometer. Cara mengukur tekanan darah orang dewasa, remaja, dan anak-anak berbeda-beda dan sebaiknya dilakukan oleh dokter atau ahli kesehatan untuk bacaan tekanan darah yang akurat.
Kategori klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa dapat dibagi menjadi:
- Normal/Sehat: Di bawah 120/80 mmHg.
- Tinggi/Prahipertensi: Tekanan sistolik antara 120-129 mmHg, dan tekanan diastolik di bawah 80 mmHg. Dokter biasanya tidak akan menyarankan pengobatan, tetapi akan menganjurkan perubahan gaya hidup yang lebih sehat untuk menormalkan angka tekanan darah.
- Hipertensi Tingkat 1: Tekanan sistolik antara 130-139 mmg Hg, atau tekanan diastolik di antara 80-80 mmHg.
- Hipertensi Tingkat 2: Tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih.
- Hipertensi Tingkat 3: Tekanan sistolik diatas 180 mmHg dan tekanan diastolik diatas 120 mmHg. Pada ukuran ini, dibutuhkan penanganan medis segera, terutama jika muncul bersamaan dengan gejala sakit bagian dada, sakit kepala, sesak nafas atau pandangan kabur.
Apa Tanda atau Gejala Hipertensi?
Pada umumnya, hipertensi sering menjadi penyakit yang tidak terdeteksi dan minim gejala atau tidak ada gejala spesifik. Terkadang, dibutuhkan waktu bertahun-tahun hingga hipertensi muncul dalam tingkat serius setelah beberapa gejala muncul dengan jelas. Beberapa gejala hipertensi adalah sebagai berikut:
- Sakit kepala
- Sesak napas
- Mimisan
- Merasa panas
- Sakit di bagian dada
- Pandangan kabur
- Darah pada urine
Gejala hipertensi tersebut harus segera mendapatkan perhatian medis dari ahli kesehatan. Gejala tersebut tidak selalu muncul pada setiap penderita hipertensi. Meski demikian, tidak disarankan untuk menunggu hingga munculnya gejala tersebut untuk memastikan kondisi tekanan darah.
Cara terbaik untuk terus memantau tekanan darah adalah melakukan pemeriksaan tekanan darah secara berkala. Orang dewasa di atas usia 40 tahun disarankan untuk melakukan pengecekan tekanan darah minimal 1 kali dalam 5 tahun. Mengukur tekanan darah adalah rutinitas yang tidak sulit dan tersedia di fasilitas kesehatan Anda.
Lebih dianjurkan lagi jika Anda rutin melakukan pengecekan kesehatan setiap tahun sekali. Ini bisa jadi kesempatan bagi Anda untuk membahas tentang kondisi kesehatan dengan dokter, termasuk untuk mengetahui perkembangan tekanan darah dari waktu ke waktu. Jika Anda memiliki riwayat keluarga pengidap penyakit jantung atau risiko lainnya, lakukan pengecekan darah 2 kali dalam setahun atau sesuai saran dokter.
Apa Faktor Penyebab Hipertensi?
Penyebab hipertensi bisa sangat bervariasi pada setiap kasus tekanan darah tinggi. Namun, resiko hipertensi meningkat untuk individu dengan kondisi berikut:
- Usia di atas 65 tahun
- Kelebihan berat badan
- Memiliki kecenderungan tekanan darah tinggi
- Tidak memiliki pola makan yang sehat, misalnya tinggi garam, kurang potasium dan rendah buah & sayuran
- Jarang berolahraga
- Sering mengkonsumsi alkohol atau kopi (atau minuman yang mengandung kafein)
- Perokok
- Memiliki gangguan tidur atau tidak cukup tidur
- Sering stres
- Memiliki kondisi kronis lain, misalnya penyakit ginjal atau diabetes
Tekanan darah tinggi juga bisa dialami oleh wanita hamil dan anak-anak. Pada anak-anak, hipertensi mungkin terjadi karena gangguan organ seperti hati atau jantung. Namun, gaya hidup seperti kurang berolahraga, pola makan yang tidak sehat atau obesitas, bisa meningkatkan risiko hipertensi pada usia kanak-kanak. Jika ditinjau dari sumber penyebabnya, ada dua jenis hipertensi yaitu:
1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer disebut juga hipertensi esensial. Kondisi tekanan darah tinggi berlanjut dalam kurun tertentu tanpa penyebab yang jelas. Hingga 90% penderita hipertensi memiliki hipertensi jenis primer.
Hingga kini, para ilmuwan dan ahli kesehatan belum bisa menemukan penyebab di balik hipertensi primer yang menyebabkan tekanan darah terus naik secara pelan tapi pasti. Beberapa kombinasi faktor penyebab hipertensi primer antara lain:
- Genetis: Beberapa individu memiliki genetik yang cenderung pada hipertensi atau faktor keturunan.
- Perubahan Fisik: Jika Anda mengalami perubahan fisik, tubuh bisa mengalami beberapa kendala termasuk tekanan darah yang meningkat. Misalnya, perubahan pada fungsi ginjal akibat usia yang mengakibatkan perubahan keseimbangan pada kadar gula dan cairan dalam tubuh.
- Gaya Hidup: Bagi individu yang memilih gaya hidup tidak sehat, misalnya jarang berolahraga, diet yang tidak sehat, atau tidak menjaga berat tubuh bisa meningkatkan risiko hipertensi.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder sering muncul secara cepat dan menjadi problem kesehatan yang serius dibandingkan hipertensi primer. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan hipertensi sekunder antara lain:
- Penyakit ginjal
- Penyakit gangguan tidur (apnea)
- Cacat bawaan jantung
- Gangguan kelenjar tiroid
- Efek samping obat-obatan, misalnya pil KB, obat flu, decongestant, atau resep dokter
- Penggunaan obat-obatan terlarang atau alkohol
- Tumor kelenjar adrenal
Cara Membedakan antara Hipertensi Primer & Sekunder
Untuk menghindari salah diagnosis antara hipertensi primer dan sekunder, gunakan beberapa penanda perbedaan sebagai berikut:
- Hipertensi sekunder muncul secara mendadak sebelum usia 30 tahun atau setelah usia 55 tahun. Hipertensi primer menyerang secara perlahan dan rentan terdiagnosis di bawah usia 65 tahun.
- Hipertensi sekunder umumnya tidak berkaitan dengan faktor genetik.
- Penderita hipertensi sekunder tidak obesitas.
- Tekanan darah pada hipertensi sekunder bisa mencapai tingkat akut (lebih dari 180/120 mmHg).
- Hipertensi sekunder tidak dapat diatasi hanya dengan satu atau dua jenis obat hipertensi (bersifat resisten).
Pengobatan & Pencegahan Hipertensi (Primer & Sekunder)
Karena faktor penyebab yang berbeda, cara pengobatan untuk hipertensi primer dan sekunder juga berbeda. Dokter umumnya akan mengidentifikasi jenis hipertensi yang diderita lalu melakukan pendekatan pengobatan yang paling tepat untuk masing-masing pasien. Beberapa pengobatan umum untuk kedua jenis hipertensi ini adalah:
1. Hipertensi Primer
Dokter umumnya akan menganjurkan agar pasien melakukan perubahan gaya hidup yang tidak sehat dengan harapan bisa menurunkan tekanan darah dan mencegah hipertensi. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain mengurangi konsumsi garam dan mengubah pola makan menjadi lebih sehat, mengurangi konsumsi alkohol, mengurangi konsumsi kafein, menurunkan berat badan jika dirasa perlu, berolahraga rutin, berhenti merokok.
Jika dianggap perlu atau jika perubahan gaya hidup tidak menunjukkan hasil, dokter juga mungkin bisa memberikan satu atau lebih jenis obat hipertensi untuk langkah pencegahan.
2. Hipertensi Sekunder
Pengobatan untuk hipertensi sekunder harus disertai dengan usaha untuk mencari tahu apa penyebab utama hipertensi; misalnya kondisi medis lain atau penggunaan resep obat yang memicu naiknya tekanan darah. Dokter juga mungkin akan menganjurkan perubahan gaya hidup sehat serta memberi beberapa jenis obat pereda hipertensi.
Jika hipertensi diabaikan, dikhawatirkan akan muncul risiko komplikasi yang serius karena tekanan darah menjadi tidak terkendali dan mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh. Beberapa komplikasi yang mungkin muncul antara lain stroke atau serangan jantung, gagal jantung, gagal ginjal, kerusakan mata, sindrom metabolisme, kehilangan fungsi memori, hingga pikun.
Demi menghindari komplikasi, dokter dan pasien harus bekerja sama selama rentang waktu tertentu untuk mencari solusi yang paling efektif. Karena itu, pengobatan hipertensi bisa saja berubah dari waktu ke waktu. Namun, pastinya Anda harus berkonsultasi dan mengikuti anjuran resep obat hipertensi untuk hasil kesembuhan yang paling maksimal.
Melindungi Diri Dari Penyakit Hipertensi
Selain pengobatan dan pencegahan penyakit hipertensi sejak dini, setiap orang sangat disarankan untuk juga melengkapi diri dengan asuransi penyakit kritis terhadap hipertensi.
Data Kemenkes 2019 mencatat hipertensi dan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan pembuluh darah menjadi salah satu pembunuh utama di dunia. Penyakit serupa menjadi penyakit yang menyebabkan kematian terbanyak nomor 5 di Indonesia. Data menyebutkan, hipertensi dengan komplikasi menjadi penyebab 5,3% dari angka kematian yang terjadi pada 2014.
Tercatat pula biaya pengobatan hipertensi yang dikeluarkan oleh kas negara juga terus mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 3 triliun per 2018. Ini bukan angka yang kecil mengingat pengobatan penyakit hipertensi memang harus dilakukan secara konsisten, termasuk rawat inap.
Hal yang mengkhawatirkan, penyakit hipertensi kini juga rentan menyerang tanpa melihat golongan usia, baik pada pria maupun wanita. Hal ini karena dipicu gaya hidup masyarakat modern yang rentan stres, jarang berolahraga, dan pola makan yang tidak memperhatikan gizi atau nutrisi. Akibatnya, penyakit hipertensi kian menjadi melanda masyarakat dunia, termasuk juga di Indonesia.