NDONESIA memiliki kekayaan jumlah spesies ikan terbesar di dunia. Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terdapat sedikitnya 4.720 jenis ikan baik tawar maupun laut di perairan Indonesia.
Dari jumlah tersebut, terdapat 650 spesies ikan hias. Potensi ini memliki nilai strategis bagi Indonesia untuk menggenjot penerimaan negara yang sumber devisa melalui ekspor ikan hias.
Dalam kurun waktu tahun 2015 hingga 2018, produksi ikan hias mengalami peningkatan rata-rata sebesar 13,17 per tahun.
Komoditas yang meningkat cukup signifikan yaitu Guppy (82,5 persen), Koki (61,7 persen), Corydoras (38,6 persen), Cupang (16,4 persen) dan Koi (8,9 persen).
Negara tujuan ekspor didominasi ke Jepang, Singapora, United States, China, United Kingdom, Korea dan Malaysia.
Data BPS (2019) menunjukkan bahwa nilai ekspor ikan hias tahun 2012 mencapai USD 21,01 juta, sementara tahun 2018 mencapai USD 32,23 Juta. Bahkan pada semester 1 tahun 2019 nilai ekspor ikan hias sudah mencapai USD 16,54 Juta atau tumbuh sebesar 2,56 persen dibandingkan semester 1 tahun 2018.
Ikan hias ini diharapkan mampu menjadi sektor unggulan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai ekspor.
Karena itu, dibutuhkan sinergitas seluruh stakeholder dalam pembangunan industri ikan hias nasional baik untuk peningkatan produksi maupun mutu ikan hias.
Dengan potensi sumberdaya ikan hias tersebut, diharapkan Indonesia menjadi negara produsen dan eksportir ikan hias terbesar di dunia. Ekspor ikan hias ini tanpa mengabaikan aspek perlindungan dan pelestarian.
Berbagai jenis ikan hias tersebut ada yang sebarannya terbatas di suatu lokasi, seperti spesies Banggai Cardinal Fish (BCF). Cardinal fish adalah jenis ikan hias endemik di kepulauan Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
Ikan hias ini tidak ditemukan ditempat lain di dunia. Bagi masyarakat lokal Cardinal fish disebut dengan nama Bibisan atau Capungan.
Bibisan pertama kali ditemukan pada 1920 di kepulauan Banggai. Akibat perdagangan ikan hias dan kerusakan habitat, menyebabkan spesies ini terancam punah.
Karena terbatasnya sebaran ikan ini, lembaga konservasi International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menetapkan satwa laut ini masuk dalam daftar spesies terancam punah.
Peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Daisy Wowor juga telah menemukan spesies udang endemik di danau Towuti, Sulawesi Selatan.
Spesis udang cantik endemik Sulawesi ini harlequin Caridina woltereckae ditemukan pada 2009.
Namun, ikan hias ini dalam kondisi kritis dan terancam punah. IUCN memasukkan Caridina woltereckae dalam daftar merah spesies terancam punah.
Keunikan spesies udang ini, ada pada perpaduan coraknya yang cantik dengan dominasi merah marun dan putih. Ini yang menjadikan spesies udang ini banyak diburu oleh para pedagang ikan hias.