Risiko Industri Farmasi dan Penerapan Strategi yang Tepat

Industri farmasi merupakan salah satu industri yang krusial bagi perekonomian nasional serta menjadi pilar penting dalam pembangungan kesehatan nasional. Pada masa pandemi Covid-19 ini, industri farmasi memiliki peran penting yakni mengembangkan, memproduksi, serta memasarkan obat yang bertujuan untuk menyembuhkan pasien, menyediakan vaksin, dan meringankan gejala pasien yang terpapar virus corona. Selain sebagai upaya pencegahan, hal ini juga dapat menjadi penghasilan bagi perusahaan farmasi karena nantinya vaksin tersebut dapat dipesan oleh pemerintah atau negara lain yang membutuhkan.

Di masa pandemi, industri farmasi mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dengan meningkatnya permintaan vitamin dan suplemen untuk kekebalan tubuh. Perusahaan multinasional jasa pemeringkat kredit Moody menyebutkan bahwa pertumbuhan industri farmasi pada masa pandemi ini meningkat 2-4 persen pada tahun 2021.

Meski demikian, besarnya ketergantungan impor bahan baku obat pada industri farmasi di Indonesia menjadi tantangan tersendiri di masa pandemi. Bahan baku farmasi sebagian besar diimpor dari China dan India. Ketika Covid-19 melanda dunia, negara pemasok bahan baku tersebut menutup akses (lockdown) sehingga menyebabkan pasokan bahan baku farmasi ke Indonesia terhambat dan mengganggu proses bisnis.

Gangguan rantai pasokan

Kegiatan operasional sektor bisnis yang terkena dampak akibat pandemi adalah kegiatan rantai pasokan. Pandemi Covid-19 apabila terus berlanjut dapat menyebabkan bahan baku farmasi berpotensi menipis, dan dampak terbesar adalah mengalami kelangkaan bahan baku. Hingga saat ini China merupakan produsen bidang farmasi terbesar di dunia dan 60% bahan baku aktif farmasi yang digunakan seluruh dunia berasal dari negara tersebut.

Adanya pandemi ini menguji kesiapan sistem rantai pasok pada industri farmasi. Penelitian GlobalData menunjukkan bahwa 95% tenaga profesional pada industri farmasi merasa khawatir terhadap dampak dari pendemi. Kekhawatiran tersebut menandakan industri farmasi masih banyak yang tidak siap dalam menghadapi pandemi. Biasanya perusahaan tidak memiliki sumber bahan baku alternatif dan tidak memiliki perencanaan matang terkait dengan pemasok dan status persediaan barang.

Konsultan risiko, Marsh Indonesia menyebutkan bahwa dalam dunia bisnis yang tidak stabil akibat pandemi ini, pemahaman mendalam mengenai pengelolaan risiko terhadap rantai pasokan dan ketahanan perusahaan dalam merespon secara cepat dan cermat terkait ancaman dan dampaknya sangat penting agar bisnis dapat tetap berjalan.

Industri farmasi dituntut untuk menjaga kelancaran arus rantai pasokan agar dapat dikatakan sebagai industri dengan rantai pasokan yang tangguh. Ketangguhan rantai pasok didefinisikan sebagai industri yang mampu beradaptasi dalam mempersiapkan, merespon, serta bangkit dalam segala ancaman yang dapat muncul termasuk pandemi.

Karenanya, perusahaan-perusahaan di industri farmasi dapat mengedepankan prinsip-prinsip fleksibel, kolaboratif, dan cepat tanggap. Dengan penerapan prinsip tersebut, maka strategi yang dilakukan dalam menghadapi pandemi dikategorikan dalam tiga aspek manajemen rantai pasok, yakni:

  • pengelolaan persediaan
  • manajemen informasi,
  • pengelolaan finansial perusahaan.

 

Pemalsuan produk

Hal ini merupakan tindakan memproduksi barang dengan kualitas rendah, kemudian menjualnya tanpa otorisasi pemilik merek. Industri farmasi menjadi salah satu sektor industri yang marak terjadi pemalsuan produk. Data World Health Organization menunjukkan bahwa 10-15 persen supply obat-obatan di dunia merupakan produk palsu. Dari total obat-obatan palsu, 25% beredar di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pemalsuan obat masih berjalan di Indonesia. Salah satunya adalah lemahnya pengawasan terhadap jalur masuk obat ilegal. Seperti kita ketahui, Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terdapat ribuan pulau yang rawan digunakan sebagai akses masuk obat ilegal. Pengawasan dilakukan oleh pihak kepolisian dan bea cukai untuk menghindari barang ilegal masuk ke wilayah Indonesia. Sementara tanggung jawab terkait dengan obat adalah BPOM. Selama ini, BPOM hanya melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian dan belum melakukan kerjasama dengan bea cukai. Padahal bea cukai memiliki peran penting dalam melakukan pengawasan di jalur yang memungkinkan obat ilegal masuk ke Indonesia.

Strategi manajemen risiko industri farmasi

Banyak perusahaan farmasi yang mengakui bahwa mereka merasa kurang siap dalam menghadapi berbagai ancaman karena analisis dan manajemen industri farmasi masih lemah. Setidaknya terdapat lima hal dalam manajemen industri farmasi yang dapat diterapkan untuk membantu perusahaan farmasi dalam meminimalkan risiko.

1. Ketahui risiko terburuk

Manajemen risiko dimulai dengan mengidentifikasi, mengukur, dan menginventarisir risiko. Hampir sama dengan industri pada umumnya, langkah yang dapat diterapkan pada industri farmasi adalah dengan mengumpulkan risiko dan mengelolanya. Dengan begitu, perusahaan mengetahui dampak terburuk dari adanya risiko yang muncul.

2. Memperkuat pengawasan

Perusahaan dapat mengatur peran, tanggung jawab, pengawasan, dan tata kelola pada jalannya aktivitas industri farmasi. Dalam tahap ini terdiri dari tiga bagian yakni mengontrol risiko, memberikan pengawasan dan pengendalian, serta audit perusahaan yang dapat didukung oleh auditor eksternal.

3. Fokus pada prioritas risiko

Mengembangkan kerangka kerja dalam menghadapi risiko memungkinkan perusahaan dapat membuat keputusan dan mengalokasikan sumber daya secara tepat untuk pemantauan dan mitigasi. Cara ini efektif dalam pengambilan keputusan strategis dalam kegiatan bisnis. Selain itu, kerangka kerja juga memberikan gambaran tentang profil risiko perusahaan.

4. Memanfaatkan data dan analisa

Penggunaan data dan analisa berfungsi untuk melihat dampak dari risiko bisnis, dan data keseluruhan yang dapat dikembangkan. Memanfaatkan data analisa dapat membantu perusahaan dalam menghemat biaya.

5. Manajemen krisis kuat

Sekuat apapun manajemen risiko pada industri farmasi, namun risiko krisis pada perusahaan tetap ada. Risiko yang dapat meningkat harus sejajar dengan kesiapsiagaan krisis yang kuat. Dalam menghadapi krisis, pemimpin perusahaan harus cepat dalam merespon dan mengambil keputusan yang tepat. Pemimpin perusahaan perlu merencanakan bagaimana seluruh perusahaan tetap dapat berfungsi ketika krisis terjadi.

Menyadari pentingnya klasifikasi risiko pada sebuah perusahaan, Marsh Indonesia dengan tim spesialis mampu membantu perusahaan dalam memberikan edukasi terhadap pentingnya manajemen risiko, dan menilai setiap risiko secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kemungkinan, dampak, dan upaya mitigasi untuk mengetahui skala prioritas sebuah risiko.

Agar manajemen risiko dapat berjalan dengan baik, maka perusahaan harus secara aktif menganalisa dan melaporkan data dari berbagai kemungkinan terjadinya ancaman. Apabila satu insiden dapat menyebabkan kerugian, tindakan reaktif saja tidak cukup. Marsh Indonesia dapat membantu perusahaan farmasi untuk mendapatkan penjelasan terkait dengan potensi risiko, strategi bisnis, dan perlindungan yang tepat sehingga dampak risiko terburuk dapat diminimalisir.