Ancaman Radang Otot Jantung Akibat Covid

Pandemi virus corona (Covid-19) yang sudah menyebabkan belasan juta orang terinfeksi membuat banyak ilmuwan di dunia bekerja keras untuk meneliti penyakit ini.

Riset yang sedang berjalan di berbagai negara tidak hanya berfokus meneliti obat, vaksin maupun metode perawatan yang tepat untuk menyembuhkan pasien Covid-19. Perhatian para ilmuwan pun mulai tertuju pada kemungkinan adanya dampak jangka panjang yang dialami pasien Covid-19.

Setidaknya terdapat dua studi baru yang belakangan dirilis dan mengungkapkan temuan adanya potensi dampak jangka panjang tersebut.

Dua hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Cardiology tersebut mengungkapkan ada indikasi bahwa penyakit Covid-19 bisa memicu efek kerusakan pada sistem kardiovaskular.

Studi pertama yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dari Jerman, menemukan bahwa SARS-CoV-2 (nama resmi virus corona penyebab Covid-19), dapat mencapai jaringan otot jantung.

Para peneliti tersebut mengamati jaringan jantung milik 39 pasien Covid-19 di Jerman yang baru saja meninggal. Usia pasien pada saat kematiannya berkisar 78-89 tahun. Riset itu menemukan bahwa virus corona ditemukan pada jaringan jantung milik 24 orang dari 39 pasien itu.

Keberadaan virus corona dalam jaringan jantung pasien Covid-19 tersebut memang tidak selalu berkorelasi dengan peradangan otot jantung (miokarditis).

Namun, penelitian itu menemukan tanda jelas, bahwa virus corona bisa membuat pasien Covid-19 yang memiliki masalah hipertensi dan hipertensi dan penyakit arteri koroner, berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi.

Dalam komentar editorial yang menyertai laporan hasil riset tersebut, Kepala Bidang Kardiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Northwestern, Dr Clyde Yancy, MD dan ahli penyakit jantung dari rumah sakit Ronald Reagan Medical Center UCLA, Gregg Fonarow, MD menyatakan bahwa temuan dalam studi di Jerman itu penting.

“Temuan baru ini memberikan bukti menarik bahwa COVID-19 bisa berkaitan dengan setidaknya cedera pada beberapa komponen miokard [sel otot jantung], yang mungkin sebagai akibat infeksi virus corona secara langsung pada jantung,” tulis dua ahli tersebut.

Sedangkan studi kedua, yang melibatkan beberapa peneliti dari Jerman, Italia dan Rusia, adalah hasil pengamatan terhadap 100 pasien Covid-19 berusia 45-53 tahun yang baru saja sembuh usai dirawat di University Hospital Frankfurt Registry pada kurun April sampai Juni 2020.

Jika dilihat dari tingkat keparahannya, 82 persen dari 100 pasien Covid-19 tersebut menunjukkan gejala sakit. Sementara 33 persen dari 100 pasien itu harus menjalani rawat inap, dan 67 persen bisa sembuh dengan hanya menjalani perawatan di rumah. Artinya, mayoritas dari 100 pasien itu termasuk mengalami gejalan ringan akibat Covid-19.

Namun, 78 persen dari pasien-pasien Covid-19 yang sembuh tersebut menunjukkan tanda-tanda mengalami kelainan jantung. Bahkan 60 persen di antara pasien-pasien itu mengalami masalah peradangan otot jantung (miokarditis) berkelanjutan. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan melalui pencitraan resonansi magnetik kardiovaskular (CMR), sebuah pengujian yang menilai fungsi dan struktur sistem kardiovaskular.

Penelitian yang sama juga menyimpulkan dampak terhadap kondisi jantung pasien Covid-19 itu tak tergantung pada kondisi tubuh saat sakit, tingkat keparahan dampak infeksi maupun lamanya waktu sejak diagnosa positif corona hingga pengamatan dilakukan.

Seorang ahli jantung di Klinik Cleveland, Daniel Cantillon, MD menjelaskan riset tersebut memang menunjukkan adanya keterkaitan antara Covid-19 dengan masalah miokarditis. Namun, kata dia, keterkaitan keduanya masih relatif lemah, demikian dilansir laman Health.

Menurut Cantillon, selama ini, banyak virus telah dikaitkan dengan miokarditis, dan sebagian besar orang yang mengalami masalah ini tetap memiliki jantung yang berfungsi penuh, sekaligus tetap bisa bekerja maupun berolahraga secara normal.

Miokarditis yang diakibatkan oleh penyakit selain COVID-19 memang terbukti dapat terkait dengan aritmia, suatu gangguan berupa detak jantung tidak teratur yang berpotensi memicu mengancam jiwa pasien.

Namun, kata Cantillon, “[Kasus seperti] itu sangat jarang.” Sebagian besar pasien yang menderita miokarditis, dia mengatakan: “memiliki kualitas hidup yang sangat baik.”

Cantillon menambahkan, selama ini kemungkinan pasien yang selamat dari COVID-19 menderita miokarditis jarang terjadi. Meski penelitian kedua di atas menemukan bahwa 60 persen dari 100 pasien corona memiliki masalah peradangan otot jantung, Cantillon menilai jumlah sampel dalam studi tersebut masih telalu kecil.

Apalagi, dia melanjutkan, sebagian besar dari 100 pasien Covid-19 tersebut menunjukkan gejala sakit. Sementara Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 80-an persen dari orang yang positif Covid-19 diterpa gejala sakit ringat atau malah tidak mengalaminya.

Namun, kata Cantillon, hasil studi yang menemukan indikasi keterkaitan antara Covid-19 dengan masalah peradangan otot jantung penting untuk diperhatikan. Dia berpendapat investigasi dengan cakupan lebih luas sangat penting dilakukan untuk menindaklanjuti termuan dalam riset tersebut.

Penelitian lanjutan itu dibutuhkan untuk merumuskan metode pengobatan untuk pasien Covid-19 saat mereka sakit dan perawatan jangka panjang setelah mereka sembuh.

Selain itu, kata Cantillon, “Kita harus terus mendapat informasi lebih baik tentang cara paling baik untuk merawat pasien Covid-19 dengan [gejala] penyakit parah.”

Sebagai contoh, ia menjelaskan, jika miokarditis merupakan ancaman bagi pasien tertentu yang menderita COVID-19, dokter mungkin bisa mempertimbangkan untuk merawat mereka dengan pengobatan antiinflamasi.

Studi-studi baru tersebut sekaligus menunjukkan bahwa para ilmuwan medis penting melanjutkan penelitian untuk mendeteksi efek multisistem pada tubuh yang diakibatkan Covid-19. Sebab, hasil sejumlah studi baru menegaskan masih banyak yang belum diketahui mengenai efek virus corona.

“Ini adalah pengingat serius bahwa pandemi kemungkinan akan memiliki dampak yang panjang terhadap kesehatan masyarakat,” ujar Dr. Cantillon.

Jadi, berdasarkan pandangan Cantillon, hasil riset soal indikasi keterkaitan Covid-19 dengan sakit jantung perlu dikomunikasikan secara tepat kepada publik. Meskipun temuan tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting, masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa tidak semua orang yang terinfeksi virus corona akan mengalami kerusakan jantung jangka panjang.